Saturday, 26 January 2013

Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah

Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah

Masjid Jin
Profile Pondok
Nama Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah yang terletak di Jalan KH. Wahid Hasyim Gang Anggur No.10, RT 07 / RW 06 Desa Sananrejo, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang ini adalah, Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah (Bi Ba’a Fadlrah). Artinya yaitu, Segarane, Segara, Madune, Fadhole Rohmat. Rintisan Ponpes Bi Ba’a Fadlrah ini dimulai pada 1963 oleh Romo Kyai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, atau yang akrab disapa Romo Kyai Ahmad.

Sedang ijin Kecamatan dan Kepolisian setempat dilakukan tahun 1963. Sementara ijin resmi pendirian pondok dilakukan pada tahun 2002. Adapun Rekomendasi dari Departemen Agama Kabupaten Malang dikeluarkan di Malang yang ditandatangani oleh Kepala Departemen Agama, Kabupaten Malang, dengan Nomor: D/Mm.16/Pontren/153/2002. Sedang Nomor Statistik Pontren NSPP : 512350712153. Adapun prinsip pondok adalah setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Taat dan patuh kepada peraturan dan perundangan yang berlaku. Menghargai dan menyayangi sesama manusia. Sedang haluan pondok, yaitu Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Pada tahun 1978, mulai ada santri yang menetap. Pada tahun 1978 itulah, proses pembangunan pondok mulai dilakukan. Tapi sifatnya kecil-kecil, apa adanya, hingga tahun 1992. Setelah itu, proses pembangunan sempat berhenti. Bangun lagi sekitar tahun 1998 akhir dan awal tahun 1999 yang ditandai dengan adanya aktivitas ngecor dan pembuatan jalan serta pos.

Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah
Dana Pembangunan
Lebih jauh Pak Kis mengatakan, dalam hal pendanaan, beliau punya prinsip tidak minta-minta, tidak toma’ (tidak mengharap-harap pemberian orang) dan tidak pinjam.

Mencegah agar tidak toma’, lanjutnya, maka pada tahun 1978, Romo Kyai sudah mulai membangun pondok dengan material apa adanya. Contohnya, waktu itu adanya baru batu merah saja, maka batu merah itulah yang dipasang dengan luluh (adonan) dari tanah liat (lumpur/ledok).

”Kemudian, ada orang yang datang, kok hatinya bisa merasakan enak, tenteram dan aman. Setelah itu, ada lagi yang datang, juga merasakan hal yang sama. Mereka berpikir, sayang rasanya jika pondok seperti ini kok cuma dari batu merah dan luluh. Mereka kemudian berprakarsa untuk mengganti luluh dari lumpur dengan pasir dan gamping, tanpa semen. Maka dikerowokilah (diganti) sebagian demi sebagian luluh tanah liat tadi dengan luluh pasir dan gamping. Begitulah seterusnya, sampai kemudian dibangun seperti sekarang ini,” ujar Pak Kis. Setelah itu, proses pembangunan pondok berhenti. ”Mpun, kulo mboten mbangun,” ujar Romo Kyai, seperti dikutip oleh Pak Kisyanto.

Ketika Romo Kyai punya niat untuk berhenti membangun pondok, maka serta merta proses pembangunan pondok pun jadi terhenti. Bahkan, uang seribu rupiah pun, beliau tidak punya untuk jatah bangunan. Namun, ketika beliau punya niat mau naik haji sekeluarga dan punya keinginan untuk membangun musholla, keadaan menjadi berubah. Apalagi setelah beliau melaksanakan haji bersama keluarga berkali-kali, Allah menghadiahi beliau pondok seperti sekarang ini. Jadi, menurut dhawuh beliau, pondok ini adalah pondok hadiah.

Contoh, dalam proses perolehan tanah sekitar pondok. Orang yang memiliki tanah sendiri yang ingin sekali tanahnya dibeli oleh pondok. Mereka menawarkan berkali-kali. Bahkan rela menunggu sampai pondok mau membelinya. ”Prinsip dana pembangunan pondok, jika uang untuk semen, ya digunakan untuk semen. Jika untuk beras, ya beras. Jadi tenang, tidak nggrangsang. Tidak pinjam uang yang ada di dalam lingkungan pondok. Misalnya, jika butuh bata, ya tidak pinjam uang untuk semen,” ungkap Pak Kis.

Yang jelas, tegas Pak Kis, sumber dana pembangunan pondok, utamanya berasal dari Romo Kyai sendiri. Selain itu, juga ada dari para jama’ah yang memang menginginkan bangun pondok ini.

“Beliau sendiri tidak punya keinginan untuk membangun pondok ini. Beliau mernahke atau mengarahkan keinginan para jama’ah sesuai dengan kebutuhan rohaninya. Ada yang mohon petunjuk kepada beliau terkait dengan harta yang dimilikinya. Ada yang menyampaikan permasalahan. Baik yang bersifat pribadi, keluarga dan masalah-masalah lainnya. Semuanya itu atas kemauan mereka sendiri, bukan dari keinginan beliau,” tukas Pak Kis.

Karena itu, pondok tidak menerima jariyah dari siapa pun. “Pasalnya, yang namanya jariyah itu, sebesar atau sekecil apapun, harus dimusyawarahkan terlebih dahulu peruntukkannya kepada yang mengamanahkannya. Hal ini akan menyulitkan bagi orang yang datang ke pondok untuk mengharapkan barakah beliau. Sebab, barakah tersebut akan sangat tergantung dari keridhaan si pemilik. Jika pondok ini dibangun dari amal jariyah, maka keridhaan tersebut, tergantung pada semua pemberi jariyah. Tentunya akan sangat menyulitkan. Lain halnya jika dana tersebut berasal dari beliau sendiri, maka urusannya jadi lebih mudah,” tandas Pak Kis.

Tapi, jika ada yang mau infaq, timpal Pak Kis, bisa diterima. Namun, jika ada orang yang berkeinginan untuk pasrah sepenuhnya kepada beliau, maka beliau akan menempatkannya sesuai pada fungsinya. Artinya, beliau akan menempatkan harta yang diamanahkan itu dengan mengacu dari hasil istikharah Romo Kyai.

Pintu Gerbang Pesantren
Tujuan Didirikannya Pondok
Sementara itu, menyinggung soal tujuan didirikannya pondok, Pak Kis mengatakan, adalah untuk pembenahan akhlak secara menyeluruh, sebagai sarana pembersihan hati dan menciptakan perdamaian dunia. “Kalau hatinya sudah bersih dan damai, maka orang akan lebih cinta kepada Allah SWT, yang ditandai dengan perilaku kasih sayang terhadap sesama makhluk. Dan hal itu terbukti. Ketika ditanyakan kepada kebanyakan pengunjung yang datang, jawaban yang mereka berikan adalah, hati mereka merasa damai, bahagia, tenang, tenteram dan bisa merasakan hilangnya penyakit-penyakit hati. Bahkan, banyak yang mengaku, bahwa mereka belum pernah merasakan perasaan yang seperti ini sebelumnya. Selain itu, tidak sedikit orang yang mengaku, setelah datang ke pondok, penyakit jasmaninya menjadi sembuh,” ungkap Pak Kis.

Menjawab pertanyaan, Pak Kis mengatakan, hingga sekarang, pemerintah mendukung dan memberikan tanggapan positif terhadap keberadaan pondok. Yang jelas, dalam konsep pembangunan di pondok ini, Romo Kyai selalu memperhatikan semua unsur kehidupan yang ada di dalam pondok.

Mesjid Tiban Turen Malang
Konsep Pembangunan
Sementara itu, menurut Pak Kis, konsep pembangunan pondok ini dilakukan atas dasar fungsi, yang termasuk di dalamnya adalah: kuat, cepat, tepat, hemat dan indah. Yaitu, kuat dalam konstruksi, cepat dalam arti segera dilaksanakan, dan tepat waktu dalam penyelesaian, tepat dalam ukuran dan takaran, tepat dalam teknis dan sasaran, efektif dan efisien dalam pemakaian bahan serta bersih, rapi dan indah. Jika dibangun atas dasar fungsi tersebut, maka otomatis variable yang lain sudah termasuk di dalamnya. Untuk fungsi itulah, makanya bangunan di pondok ini, tidak ada yang sama antara satu tempat dengan tempat lainnya.

“Karena masing-masing fungsi memang tidaklah sama. Jadi, konsep pembangunan pondok ini, sesungguhnya berjalan atas kehendak Allah. Sedang yang menjadi arsiteknya adalah Romo Kyai. Jadi, Romo Kyai tidak pernah meniru atau mencontoh konsep pembangunan di tempat lain untuk dipakai di sini. Karena memang fungsinya tidak sama,” kata Pak Kis.

”Contohnya,” imbuh Pak Kis, ”yang terbaru disampaikan adalah mengenai pos depan. Yang punya masalah diselesaikan melalui pembangunan pos depan. Ketika pos tersebut diberi satu ornamen bintang, kemudian ditanyakan kepada yang bersangkutan. Ketika dijawab, misalnya, masalahnya sudah berkurang tapi belum plong. Lantas ditambah dengan satu ornamen bintang lagi, kemudian ditambah ornamen lain lagi sampai yang bersangkutan bisa merasakan benar-benar plong. Bahkan sampai pada warnanya sekalipun, semua juga tidak tahu akhirnya jadi seperti itu.”

Karena itu, lanjutnya, bagi yang mempunyai masalah dan mengeluarkan dananya, termasuk bagi yang mengerjakan hingga yang memandang sekalipun, bisa merasakan dan mengambil fungsinya. Jadi, yang mendanai bisa merasakan bahagia dan terselesaikan masalahnya. Demikian juga bagi yang mengerjakan dan yang menikmati hasilnya.

Menjawab pertanyaan, Pak Kis menjelaskan, pihaknya tidak tahu bagaimana akhir dari proses pembangunan pondok ini. “Semua tidak ada yang tahu, kecuali Romo Kyai sendiri. Yang jelas, kalau kondisi keuangan seperti sekarang ini, taraf pembangunan pondok baru mencapai sekitar 20 persen. Tapi, kalau masyarakat dunia menghendaki dan kondisi keuangan sudah mencapai triliyunan, maka kondisinya belum mencapai seperempatnya,” katanya.

Contoh, kata Pak Kis, di sebelah musholla itu ada kubah. Padahal, ketika tahun 1992 lalu, bangunan itu merupakan bangunan paling besar dan megah. Namun, sekarang, kubah tersebut malah jadi tiang saja. “Romo Kyai sendiri pernah bilang, jika memang ada dana trilyunan, maka semua ruangan yang sekarang ini, hanya akan menjadi tiang saja nantinya,” ujar Pak Kis.

Mesjid Tiban Turen
Tidak MeniruDan yang terpenting, lanjutnya, beliau berprinsip mengutamakan fungsi, kemudian bagus/indahnya. Kalau fungsi pasti bagus/indah, sedangkan bagus dan indah, belum tentu fungsi.

Terkait dengan maraknya penilaian negatif dari masyarakat yang berkembang selama ini, pihak pondok tetap berusaha meluruskannya. “Bagi beliau sendiri, adanya isu negatif itu justru dijadikan sebagai bahan koreksi ke dalam (intropeksi diri). Apakah pondok kurang bersih, atau karena lainnya? Beliau tidak pernah menyalahkan sikap orang lain kepada pondok,” tandas Pak Kis. Yang jelas, prinsipnya, Romo Kyai tidak pernah menyalahkan siapapun. Semua dikembalikan kepada diri sendiri.

Situs : http://www.ponpesbibaafadlrah.or.id

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah

0 comments:

Post a Comment